BAB I
PENDAHULUAN
Grand strategi atau yang sering kita
sebut dengan strategi besar keberadaannya dipertanyakan. Grand strategi
dinilai mampu mengatasi berbagai dampak akan tetapi Pemerintah dinilai
belum memiliki grand strategy (strategi besar) industri yang solid dan terpadu
yang didukung departemen maupun instansi terkait. Ketua Asosiasi industri mebel
dan kerajinan Indonesia (Asmindo) Kabupaten Jepara Akhmad Fauzi, Selasa (9/6)
mengatakan, hingga saat ini belum ada strategi industri yang jelas dari pemerintah,
sedangkan departemen atau instansi yang mempunyai strategi dan kebijakan
cenderung memiliki agenda sendiri-sendiri dan tidak terpadu.
Fauzi menuturkan strategi besar yang
diharapkan tersebut harus dapat mengakomodasi semua persoalan yang dihadapi
pelaku usaha dalam menggerakkan sektor industri yang kemudian mampu memberi
nilai lebih bagi pendapatan negara. Dia menuturkan selama ini pemerintah belum
mempunyai strategi besar ”Kami sebagai pelaku usaha merasa menjadi korban yang
akhirnya hanya mampu bertahan sendiri ditengah himpitan krisis ekonomi seperti
sekarang ini,” ujarnya.
Menurut dia pemerintah perlu duduk
bersama dengan para pelaku usaha untuk merumuskan sektor apa saja yang akan
ditonjolkan, kemudian bagaimana menghadapi persaingan global yang kemudian
didukung oleh stakeholders terkait. ”Seharusnya ada suatu arahan yang jelas
dari pemerintah mengenai strategi besar bidang industri dan perdagangan kita,
mau di bawa kemana industri di Indonesia? Mau seperti apa?,” ujarnya. Kurangnya
dukungan dan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha juga terlihat dari
tidak tegasnya pemerintah dalam menentukan besaran suku bunga perbankan
RUMUSAN MASALAH
1. Sumber Pertumbuhan Ekonomi
2. Masalah struktural industri
indonesia
3. Masalah ketenagakerjaan
4. Tantangan sektor industri dan
Reformasi Kebijakan Industri
GRAND STRATEGI INDUSTRI INDONESIA
MENUJU TAHUN 2030
1.
Konsep Dasar Grand Strategi
Grand
strategi berasal dari dua kata, yaitu grand dan strategi. Menurut kamus bahasa
inggris, kata grand dapat diartikan agung atau besar.[1]
Sedangkan strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas
dalam kurun waktu tertentu.[2]
Dari pengertian diatas tentang grand dan
strategi. Dapat disimpulkan bahwa, grand strategi adalah suatu pendekatan
secara keseluruhan yang kaitannya dengan pelaksanaan gagasan atau ide,
perencanaan, dan pengambil keputusan sebuah aktivitas dalam kurun waktu
tertentu secara besar-besaran dan keseluruhan.
1.1.
Pentingnya Grand Strategy dalam Penyelamatan Industri Dalam
Negeri
Pemerintah harus membuat rancangan
grand strategy ekonomi untuk menyelamatkan industri di Tanah Air. Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan strategi besar itu dibutuhkan untuk
mengatasi serbuan produk Cina yang mematikan industri dalam negeri. Ketua Umum
Kadin, MS Hidayat, mengatakan untuk sanggup bersaing dengan serbuah produk
buatan Cina, Indonesia dapat mengejar ketinggalannya dengan memfokuskan pada
sektor unggulan tertentu. “Misalnya, karena kita sulit bersaing di sektor
otomotif, kita bisa unggul di subsektor otomotif,” jelas Hidayat di Jakarta,
akhir pekan lalu.
Menurutnya, ada lima sub sektor industri yang dapat menjadi
keunggulan Indonesia. Yakni,
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Perikanan
4. Tekstil;
dan
5. Garmen.
Kelima sub sector industri diatas, dinilai Hidayat
berpotensi mengembangkan kembali industri dalam negeri.
Kalangan pengusaha yang diwakili
berbagai asosiasinya mengeluhkan adanya banjir produk-profuk Cina di sejumlah
bidang. Produk-produk dari Negeri Tirai Bambu yang masuk pasar Indonesia itu,
antara lain, tekstil, barang elektronik, mainan, makanan, minuman, alat tulis
kantor, dan pakaian jadi.
Wakil
rakyat di Senayan pun mengungkapkan kekhawatirannya atas masuknya barang-barang
dari Cina. Karena itu, mereka mengusulkan agar dibuat pagar-pagar yang
melindungi produk dan industri dalam negeri agar tidak tenggelam dan kemudian
bangkrut.
Sejumlah
paket yang dikeluarkan belakangan ini, seperti paket kebijakan infrastruktur
dan paket perbaikan investasi, menurut mereka, masih belum cukup untuk
membangkitkan industri dalam negeri. Lebih jauh Hidayat menjelaskan, setelah
fokus kebijakan pemerintah ada, baru kemudian dibuat produk turunan kebijakan
tersebut. Dengan begitu, kebijakan di bidang perpajakan, insentif, harmonisasi tarif,
dan lainnya tidak bertabrakan. Indonesia, lanjut dia, tidak mungkin unggul di
seluruh sektor industri. Untuk itu, diperlukan pemilahan sebagai bagian dari
pemfokusan keunggulan apa yang hendak dikembangkan di dalam negeri. “Kadin siap
berdiskusi dan memberi bukti sektor mana yang masih dapat diunggulkan,”
tuturnya.
Pemerintah diakui Hidayat memang
belum memiliki fokus yang menentukan arah kebijakan ekonomi hingga menghasilkan
industri yang tangguh. Kebijakan yang dibuat antar departemen pun tidak sinergis.
Akibatnya, kebijakan yang diambil terkadang justru merugikan pelaku industri.
“Contohnya kakao,” kata Hidayat (G.L Bach, 1968).
Departemen Pertanian menginginkan
peningkatan ekspor kakao, sedangkan Departemen Perindustrian menginginkan
pemberian pajak kakao. Tujuannya, agar dapat dialihkan ke sektor industri
melalui pabrik pengolahan hingga bernilai tambah. Artinya grand strategy
tersebut harus dirumuskan oleh Menteri Koordinator Perekonomian.
Saat ini, Komite Pemantauan
Peraturan Otonomi Daerah (KPPOD) Kadin sedang menelaah 11 ribu peraturan daerah
yang dibuat selama lima tahun terakhir. Sebanyak 5.000-6.000 peraturan daerah
tersebut sudah selesai diteliti komite yang terdiri dari elemen Ford Foundation
dan Universitas Indonesia. Hasilnya, ada 1.100 peraturan yang harus dihapus
atau direvisi karena tumpang tindih dengan peraturan hukum yang lebih tinggi.
Selain membuat peraturan yang
sifatnya tumpang tindih, sejumlah peraturan daerah juga bervisi menggenjot
pendapatan asli daerah (PAD) hingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. “Ini
harus dicabut,” kata Hidayat.
2.
Sumber Pertumbuhan
Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tertinggi
dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan karena
jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan
konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun maka di butuhkan penambahan
pendapatan setiap tahun.
Sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara
atau suatu wilayah dapat dilihat atau diukur dari tiga pendekatan yaitu,
pendekatan faktor produksi (Neo Klasik), pendekatan sektoral dan pendekatan
pengeluaran yang meliputi konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan
selisih ekspor dengan impor. Dalam pendekatan faktor produksi, sumber
pertumbuhan ekonomi dilihat dari faktor-faktor produksi yaitu modal (capital),
SDA, tenaga kerja (man power) dan kemajuan teknologi (technology
progress). Selanjutnya, untuk melihat sumber pertumbuhan ekonomi dari
pendekatan sektoral yaitu dilihat dari sektor-sektor ekonomi. Sektor ekonomi
dalam hal ini dapat dibagi dalam 3 sektor saja yaitu sektor primer (pertanian
dan pertambangan), sektor sekunder dan kontruksi serta sektor tersier
(jasa-jasa).
2.1. Sumber Pertumbuhan dengan Pendekatan sektoral
Menganalisis sumber pertumbuhan ekonomi dengan meng-gunakan pendekatan
struktural berbeda dengan pendekatan faktor produksi seperti pada teori
pertumbuhan Klasik maupun pada teori pertumbuhan Neo-Klasik. Pendekatan
struktural didasarkan pada adanya perbedaan produktivitas diantara
sektor-sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bukan hanya berasal dari peningkatan
secara keseluruhan dari faktor produksi (input), tetapi juga berasal
dari pengalokasian sumber-sumber daya pada sektor-sektor produktif. Pembangunan
ekonomi harus bertujuan untuk menemukan sektor-sektor yang mempunyai kaitan
total paling besar.
Dari penelitian
Kuznets tahun 1966 diperoleh hasil bahwa, pada sektor pertanian terjadi
pertumbuhan produksi yang melamban dalam pertumbuhan produksi nasional.
Sebaliknya tingkat pertumbuhan sektor industri lebih cepat dari tingkat
pertumbuhan produksi nasional. Selanjutnya, di sektor jasa tidak terjadi
perubahan, artinya pertumbuhan sektor jasa sama dengan pertumbuhan produksi
nasional.[3]
Kalau dilihat sejak
awal era pemerintahan orde baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses
perubahan struktur ekonomi indonesia cukup pesat. Pada tahun 1970, nilai tambah
bruto (NTB) dari sektor pertanian, perternakan, kehutanan, dan perikanan
menyumbangkan sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan pada dekade 1990-an
hanya tinggal sekitar 16% hingga 20%, dan pada tahun 2006 tinggal sekitar
12,9%. Sedangkan sumbangan output dari industri manufaktur terhadap pembentukan
PDB pada tahun 2006 tercatat 28%; jadi sudah lebih besar dari pada pertanian,
dan ini jelas mencerminkan bahwa ekonomi nasional telah mengalami suatu
perubahan secara struktural dalam 3 dekade belakangan ini. Untuk lebih jelasnya
bisa dilihat bagan berikut ini;[4]
Sektor
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
Pertanian
|
15,2
|
14,3
|
13,1
|
12,9
|
Pertambangan
|
8,3
|
8,9
|
11,1
|
10,6
|
Industri manufaktur
|
28,3
|
28,1
|
27,7
|
28,0
|
Listrik, gas & air
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
0,9
|
Bangunan
|
6,2
|
6,6
|
7,0
|
7,5
|
Perdagangan, hotel & restoran
|
16,6
|
16,1
|
15,4
|
14,9
|
Tranportasi & komunikasi
|
5,9
|
6,2
|
6,5
|
6,9
|
Keuangan, penyewaaan dan Jasa-jasa bisnis
|
8,6
|
8,5
|
8,3
|
8,1
|
Jasa lainnya
|
9,9
|
10,3
|
9,9
|
10,1
|
PDB
|
100,0
|
100,0
|
100,0
|
100,0
|
PDB nonmigas
|
91,4
|
90,7
|
88,6
|
89,2
|
Dilihat dari kondisi
struktur produksi perekonomian Indonesia, terlihat bahwa perekonomian Indonesia
sudah meng-arah pada perubahan struktur ekonomi atau transformasi ekonomi,yakni
dari pertanian menuju industri manufaktur. Perubahan struktural dan proses
pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dijelaskan dengan mengkaji kontribusi
masing-masing sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi yang telah disinggung
diatas.
Untuk itu campur
tangan pemerintah sangatlah besar pengaruhnya dalam meningkatkan kondisi
ekonomi dala negeri. Dengan cara membuat rencana kebijakan yang mendukung
indutrialisasi dalam negeri, sehingga kondisi perekonomian negara tetap
seimbang.
3.
Masalah struktural pertumbuhan industri Indonesia
Laporan Bank Dunia (1993), yang
berjudul Industrial Policy-Shifting into High Gear, menemukan
beberapa permasalahan struktural pada industri Indonesia. Permasalahan struktural
pada industri Indonesia adalah: (1) tingginya tingkat konsentrasi dalam perekonomian
dan banyaknya monopoli, baik yang terselubung maupun terang-terangan
pada pasar yang diproteksi; (2) dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-seeking)
ternyata belum memanfaatkan keunggulan mereka dalam skala
produksi dan kekuatan finansial untuk bersaing di pasar global; (3)
lemahnya hubungan intra industri, sebagaimana ditunjukkan oleh minimnya
perusahaan yang bersifat spesialis yang mampu menghubungkan klien
bisnisnya yang berjumlah besar secara efisien; (4) struktur industri Indonesia
terbukti masih dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah; (5)
masih kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan
teknologi; (6) investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik
(inward oriented), dan sasaran usahanya sebagian besar masih pada pasar
yang diproteksi. [5]
Dalam rencana pembangunan jangka
menengah nasional (RPJMN) versi SBY-JK, daftar permasalahan struktur industri
Indonesia makin panjang. Berikut adalah masalah struktural yang di hadapi
industri manufaktur Indonesia.[6]
Pertama, masih sangat tingginya kandungan
impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang
berkisar antara 28-30 persen antara tahun 1993-2002. Inilah yang mungkin
menjelaskan menapa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar tidak langsung
menyebabkan kenaikkan ekspor secara signifikan.
Kedua, lemahnya penguasaan dan penerapan
teknologi karena industri kita masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan
“tukang rakit”. Ini terlihat jelas dalamindustri tekstil dan produk tekstil
serta industri elektronika. Pada hal kedua sektor merupakan industri yang padat
karya. Meningkatnya upah minimum di berbagai daerah Indonesia menyebabkan
Indonesia mulai kehilangan pijakan untuk industri bebasis buruh murah.
Hengkangnya perusahaan asing ke Cina dan Vietnam makin sering diberitakan.
Ketiga, Masalah struktural berikutnya
adalah rendahnya kualitas SDM, sebagaimana tercermin pada tingkat pendidikan
tenaga kerja industri, sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga
kerja ndustri. Kemudian belum terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata
rantai pertambahan nilai dengan industri sekala besar dan kurang sehatnya iklim
persaingan karena banyak sebsektor industri yang beroperasi dalam kondisi
mendekati monopoli, setidaknya oligopoly, menambah daftar masalah struktural
yang dihadapi industri Indonesia.
Kekhawatiran para pelaku industri
makin bertambah karena dibebani berbagai kenaikan tarif dan pajak. Kenaikkan
harga BBM, tariff listrik, telepon, angkutan, dan harga bahan baku pada tahun
2002-2005 terbukti semakin ‘mencekik leher industri manufaktur. Kondisi
lingkungan bisnis domistik cenderung mengakibatkan daya saing produk nasional
semakin merosot.
4.
Masalah Ketenagakerjaan
Di pasar tenaga kerja, setidaknya
ada tiga masalah mendasar yang muncul. Pertama, tingkat pengangguran maningkat
pesat pascakrisis ekonomi. Kedua, permasalan regulasi keenagakerjaan dan
penetapan kontrak adalah masalah terpenting yang berkaitan dengan iklim
investasi. Ketiga, pemutusan hubungan kerja sektor riil, khusunya industri yang
padat karya, terus berlangsung.
Tidak berlebihan bila para pengusaha
dan investor merasa bahwa salah satu permasalahan yang paling, paling
dikeluhkan adalah masalah regulasi pasar tenaga kerja, keterampilan dan
produktivitas buruh yang rendah, upah buruh yang rendah, upah buruh yang tidak
lagi kompetitif di bandingkan Cina atau Vietnam, pesangon dan kesejahteraan
buruh, meningkatnya kasus sengketa hubungan industrial, serta semakin militnnya
buruh Indonesia.
Di sisi lain, para buruh merasa
khawatir bila revisi UU No 13 tahun 2003 akan menghapus pasal-pasal yang selama
ini di anggap proburuh meskipun menimbulkan tambahan biaya di mata pengusaha
dan investor. Apalagi dalam situasi dimana ketersediaan suplai tenaga kerja
lebih tinggi dibandingkan permintaan tenaga kerja, posisi tawar buruh amat
rendah di mata perusahaan.
Dalam RPJM (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah) SBY-JK, sudah digariskan bahwa perbaikan iklim ketenagakerjaan
merupakan bagian agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berbagai sumber menyebutkan ada tiga bidang utama yang mengundang
konroversi, antara lain;
1. Aturan main yang berkaitan dengan
rekruitmen, khususnya tentang outsourcing dan penggunaan tenaga kerja kontrak.
2. Aturan main tentang upah minimum.
Siapa yang berwenang menentukan upah minimum.
3. Aturan main tentang PHK dan
pesangon. Perlu diperhitungkan dengan seksama sampai tingkat berapa pesangon
cukup kompetitif di Asia.
5.
Tantangan Sektor Industri
Tantangan utama yang dihadapi oleh
industri nasional saat ini adalah kecenderungan penurunan daya saing industri
dipasar internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya
energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadai layanan
birokrasi.
Tantangan berikutnya adalah
kelemahan struktural sektor industri itu sendiri, seperti masih lemahnya
keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu dan hilir maupun antara
industri besar dengan industri kecil-menengah, belum terbangunnya struktur
klaster(indutrial cluster) yang saling mendukung, adanya keterbatasan
berproduksi barang setengah jadi dan komponen didalam negeri, keterbatasan
industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, serta
ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu.[7]
Sementara itu, tingkat utilisasi
kapasitas produksi industri masih rata-rata dibawah 70%, dan ditambah dengan
masih tingginya import bahan baku, maka kemampuan sektor industri dalam upaya
penerapan tenaga kerja masih terbatas. [8]
Disisi lain, industri kecil dan
menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja
ternyata memiliki berbagai keterbatasan yang masih belum dapat diatasi dengan
tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama yang dihadapi oleh IKM adalah
sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan sumber daya manusia yang
siap, kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis, serta terbatasnya kemampuan
akses informasi utuk membaca peluang pasar serta mensiasati perubahan pasar
yang cepat.[9]
Dari pemaparan diatas, itu semua
adalah permasalahan tantangan yang dihadapi sektor industri indonesia saat ini.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, yaitu dengan cara sebagai berikut;[10]
1.
Meningkatnya daya saing dan
keunggulan kompetitif industri nasional yang mengandalkan pada keterampilan dan
kreativitas sumber daya manusia, kemampuan teknologi dan kemampuan manajemen
dengan tetap memanfaatkan keungulan komparatif yang dimiliki.
2.
Peningkatan kemampuan tenaga
kerja industrial yang ahli dan trampil dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan
kebutuhan berbagai jenis industri termasuk mendorong untuk menguasai dan
melaksanakan pengalihan berbagai jenis teknologi guna mendukung proses
industrialisasi
3.
Menumbuhkan motivasi dan daya
kreasi inovatif yang luas serta menciptakan iklim usaha dan persaingan yang
sehat termasuk perlindungan hasil inovasi.
4.
Menggerakkan tabungan masyarakat
dan menyalurkannya ke arah investasi yang produktif di sektor industri, dan
secara efektif mampu memberikan dampak ganda terhadap proses akumulasi modal.
5.
Mengembangkan iklim investasi dan
berbagai sistem insentif yang dapat lebih meningkatkan daya tarik investasi di
sektor indsutri
6.
Perluasan basis pendukung
industri dengan mengembangkan keterkaitan, persebaran, struktur
produksi-ekspor-impor sebagai prasyarat terciptanya struktur industri yang
kukuh
7.
Membangun perangkat kelembagaan
yang mantap sehingga sector industri senantiasa mampu tanggap dan terandalkan
dalam menghadapi berbagai perkembangan ataupun perubahan yang timbul
8.
Mengembangkan dan mempercepat
pertumbuhan industri kecil dan menengah secara lebih terarah, terpadu dan
efektif sehingga menjadi tulang punggung struktur industri nasional
9.
Meningkatkan kemampuan industri
kecil dan menengah yang telah mulai berkembang untuk memanfaatkan relokasi
industri yang berasal dari negara maju ke Indonesia, khususnya industri skala
menengah.
10. Menentukan
pilihan kebijakan yang tepat untuk melaksanakan pembangunan industri yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan pengaturan tata ruang yang
tepat.
6.
Reformasi Kebijakan Industri
Peluang emas pada masa pemerintah SBY-JK untuk melakukan perubahan
mendasar bagi Indonesia, Antara lain;
Pertama, mengubah sumber pertumbuhan
ekonomi yang ditopang oleh konsumsi menjadi digerakkan oleh investasi dan
ekspor. Lemahnya perencanaan dan koordinasi peraturan perundangan, baik tingkat
vertical maupun tingkat horizontal. Terus terjadi. Oleh karena itu , di
perlukan reformasi mendasar yang berkaitan dengan perbaikan iklim bisnis dan
investasi di Indonesia, yang mencakup setidaknya reformasi berikut:
- Reformasi Pelayanan Investasi
Dalam hal ini prosedur aplikasi,
terlebih dahulu investor harus mendapatkan beberapa persetujuan, perizinan, dan
lampu hijau dari BKPM atau BKPMD untuk tahap awal.
·
Tiga hal utama yang diinginkan oleh investor dan pengusaha
yaitu: penyederhanaan sistem dan perizinan, penurunan berbagai pungutan yang
tumpang tindih, dan transparansi biaya perizinan.
·
Reformasi dapat dimulai oleh pemerintah pusat atau pemda.
Kedua, para birokrat dan pejabat di
pusat maupun daerah masih berprilaku sebagai PREDATOR dan belum menjadi
fasilitator bagi dunia bisnis.
Ketiga, diperlukan rencana reformasi
yang komperehensif dan berjangka menengah, setidaknya 5 tahun kedepan.
Belajar dari perencanaan pembangunan nasional di masa lalu,
setidaknya di kenal beberapa kecenderungan.
- Belum di masukkannya dimensi spasial dalam perencanaan pembangunan.
- Pendekatan sektoral masih lebih menonjol dari regional
- Kebijakan pembangunan industri nasional kedepan adalah membangun daya saing industri dengan basis kluster dan kompetensi inti daerah,
- Belum dianutnya perencanaan antisifatif terhadap berbagai macam gangguan baik alam maupun manusia.[11]
BAB III
PENUTUP
grand strategi adalah suatu pendekatan secara
keseluruhan yang kaitannya dengan pelaksanaan gagasan atau ide, perencanaan,
dan pengambil keputusan sebuah aktivitas dalam
Sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara
atau suatu wilayah dapat dilihat atau diukur dari tiga pendekatan yaitu,
pendekatan faktor produksi (Neo Klasik), pendekatan sektoral dan pendekatan
pengeluaran yang meliputi konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan
selisih ekspor dengan impor. Dalam pendekatan faktor produksi, sumber
pertumbuhan ekonomi dilihat dari faktor-faktor produksi yaitu modal (capital),
SDA, tenaga kerja (man power) dan kemajuan teknologi (technology
progress). Selanjutnya, untuk melihat sumber pertumbuhan ekonomi dari
pendekatan sektoral yaitu dilihat dari sektor-sektor ekonomi. Sektor ekonomi
dalam hal ini dapat dibagi dalam 3 sektor saja yaitu sektor primer (pertanian
dan pertambangan), sektor sekunder dan kontruksi serta sektor tersier
(jasa-jasa).
Laporan Bank Dunia (1993), yang berjudul Industrial
Policy-Shifting into High Gear, menemukan beberapa
permasalahan struktural pada industri Indonesia. Permasalahan struktural
pada industri Indonesia adalah: (1) tingginya tingkat konsentrasi dalam perekonomian
dan banyaknya monopoli, baik yang terselubung maupun terang-terangan
pada pasar yang diproteksi; (2) dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-seeking)
ternyata belum memanfaatkan keunggulan mereka dalam skala
produksi dan kekuatan finansial untuk bersaing di pasar global; (3)
lemahnya hubungan intra industri, sebagaimana ditunjukkan oleh minimnya
perusahaan yang bersifat spesialis yang mampu menghubungkan klien
bisnisnya yang berjumlah besar secara efisien; (4) struktur industri Indonesia
terbukti masih dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah; (5)
masih kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan
teknologi; (6) investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik
(inward oriented), dan sasaran usahanya sebagian besar masih pada pasar
yang diproteksi.
Di pasar tenaga kerja, setidaknya
ada tiga masalah mendasar yang muncul. Pertama, tingkat pengangguran maningkat
pesat pascakrisis ekonomi. Kedua, permasalan regulasi keenagakerjaan dan
penetapan kontrak adalah masalah terpenting yang berkaitan dengan iklim
investasi. Ketiga, pemutusan hubungan kerja sektor riil, khusunya industri yang
padat karya, terus berlangsung.
Tantangan utama yang dihadapi oleh
industri nasional saat ini adalah kecenderungan penurunan daya saing industri dipasar
internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya energi,
ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadai layanan birokrasi. Dan
tantangan berikutnya adalah kelemahan struktural sektor industri itu sendiri.
Peluang emas pada masa pemerintah
SBY-JK untuk melakukan perubahan mendasar bagi Indonesia, Antara lain; Pertama, mengubah sumber pertumbuhan ekonomi
yang ditopang oleh konsumsi menjadi digerakkan oleh investasi dan ekspor. Kedua,
para birokrat dan pejabat di pusat maupun daerah masih berprilaku sebagai
PREDATOR dan belum menjadi fasilitator bagi dunia bisnis. Ketiga, diperlukan
rencana reformasi yang komperehensif dan berjangka menengah, setidaknya 5 tahun
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
http://amriamir.wordpress.com/2008/09/03/sumber-sumber-pertumbuhan-ekonomi-indonesia/
http://dc346.4shared.com/doc/r3WNWziA/preview.html
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2052542-tantangan-perkembangan-sektor-industri/
http://misterchandera.wordpress.com/2011/01/26/grand-strategi-industri-indonesia-2030/
Tambunan, Tulus.2001. Perekonomian
Indonesia beberapa permasahan penting, Jakarta: Ghalia Indonesia
Tambunan, Tulus.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor:Ghalia
Indonesia
[1] http://translate.google.co.id/
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
[3] http://amriamir.wordpress.com/2008/09/03/sumber-sumber-pertumbuhan-ekonomi-indonesia/
[4] Dr. Tulus T.H
Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor:Ghalia
Indonesia,,hal 69
[5] http://dc346.4shared.com/doc/r3WNWziA/preview.html
[6] Ibid
[7] http://www.scribd.com/doc/34197158/6/Tantangan-yang-Dihadapi-Sektor-Industri
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2052542-tantangan-perkembangan-sektor-industri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar