/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333} CCS

Kamis, 06 Maret 2014

Makalah Pembangunan dan Industrialisasi Kerakyatan



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Setiap perekonomian Negara pasti berjalan menurut sistem tertentu. Ada sistem ekonomi kapitalis yang berideologi liberal, ada juga yang komunis yang berideologi sosialis dan yang yang terakhir adalah sistem campuran yaitu mencampur nilai-nilai yang terkandung dari kedua kubu sistem kapitalis dan sosial, dengan maksud meminimalisir kelemahan dari kedua sistem tersebut dan menjadikan sistem yang ideal menuju masyarakat yang makmur dan sejahtera.
            Menurut Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah termasuk ekonomi campuran yang berbunyi “Indonesia mengakui pemilikan individual atas faktor-faktor produksi, terkecuali untuk sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara” jadi secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia dengan tegas bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme (Tulus Tambunan, 2009:7). Selain itu, menurut Sanusi “ sistem ekonomi Indonesia yang termasuk sistem ekonomi campuran itu disesuaikan terutama dengaan UUD 1945 sebelum diamandemen tahun 2000, yakni sistem ekonomi pancasila dan ekonomi menitik beratkan pada koperasi terutama pada masa Orde Lama sebelum tahun 1996 dan hingga kini masih berkembang. Dalam masa pemerintahan Indonesia baru setelah berjalannya masa reformasi, muncul istilah ekonomi kerakyatan. Tetapi ini pun belum banyak dikenal, karena hingga kini yang masih banyak dikenal oleh masyarakat adalah sistem ekonomi campuran yakni sistem ekonomi Pancasila, disamping ekonomi yang menitikberatkan kepada peran koperasi dalam perekonomian Indonesia (Tulus Tambunan, 2009;7-8).  
            Disebutkan diatas di masa pemerintahan baru atau reformasi sekarang ini, Indonesia menerapkan SEK (Sistem Ekonomi Kerakyatan). SEK adalah jenis sistem ekonomi yang dianut indonesia sebagai landasan pembangunan Nasional dari waktu ke waktu. Pada sistem ekonomi kerakyatan menitikberatkan kepada kedaulatan rakyat sehingga SEK senantiasa terhubung dengan WANTANAS (Wawasan Ketahanan Nasional) berikut AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat). SEK merupakan sasaran nasional sebagaimana UUD NKRI (Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia) 1945. Dengan demikian, hal yang ingin dituju SEK ialah pembebasan kehidupan rakyat dari kemiskinan, kebodohan, ketergantungan, rasa was-was menatap masa depan, perlakuan tidak adil, maupun kerusakan lingkungan hidup (H. Soeharsono, 2009;1). Dengan demikian, dibutuhkannya serangkaian pembangunan ekonomi yang lebih terorganisasi ke arah yang dimaksud  serta harus dilakukan secara efektif dan efisien.
            Menurut literatur, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sadono Sukirno, 2007:3). Dengan begitu, pembangunan ekonomi dapat dipastikan dapat mengatasi problem-problem ekonomi, diantaranya pengangguran, inflasi, kemiskinan, keterbelakangan, kelangkaan sumber daya, kesenjangan ekonomi, devisit anggaran, krisis Moneter dll.
            Dalam hal ini, ekonomi kerakyatan menitik beratkan kepada kedaulatan rakyat yang artinya kekuasaan tertinggi atau yang harus diperhatikan sepenuhnya adalah rakyat. Jadi pembangunan ekonomi yang harus dilakukan adalah pembangunan menurut kebutuhan rakyat dan menuntut atas partisipasinya dalam kegiatan ekonomi. Siapakah rakyat yang dimaksud?. Menurut Prof. Sarbini dalam konteks rakyat dalam hal ini adalah seluruh elemen masyarakat suatu negara. Artinya seluruhnya mempunyai hak yang sama secara adil untuk dijunjung dan turut aktif dalam membangun ekonomi nasional. Dan apa yang dibutuhkan oleh rakyat? Secara literatur, terdapat dua kebutuhan fundamental dari rakyat adalah kebutuhan secara fisik dan psikologis. Kebutuhan fisik ialah kebutuhan akan pangan, sandang, papan yang layak, kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan akan keamanan. Sedangkan kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang sifatnya lebih halus, seperti keadilan, cinta, kasih sayang, kebebasan, ketenangan dll.
            Semuanya dapat terwujud jika arah pembangunan ekonomi menyentuh persoalan-persoalan fundamental yang terdapat di masyarakat. Seperti, menurut boeke (Prof. Sarbini, 2004:103) manyatakan terdapat kesenjangan pada masyarakat indonesia yakni masyarakat kota atau modern (barat) dengan masyarakat pedesaan (Timur). Selain itu, masih tergantungnya masyarakat Indonesia pada produk Asing, dalam artian lain kurangnya produk Domestik dalam pasar domestik khususnya. Dan banyak persoalan-persoalan masyarakat indonesia dewasa ini, tetapi persoalan yang pokok adalah persoalan dua yang telah disebutkan tadi mengenai kesenjangan sosial dan ekonomi, selain itu juga pertumbuhan domestik bruto yang masih dikuasai oleh produk asing.
            Selayang pandang terhadap kondisi ekonomi di Indonesia, walaupun pertumbuhan bernilai positif tetapi jika dilihat dari kondisi masyarakatnya terlihat tegang, terpuruk, kondisi relatif buruk, keterbelakangan, minimnya pendidikan dan keterampilan,  pengangguran lebih dari 2 juta jiwa, kemiskinan dimana-mana, kondisi kesehatan yang relatif buruk, daerah tertinggal masih banyak malahan terdapat banyak daerah di indonesia masyarakatnya masih purba. Semua persoalan itu jika diperhatikan secara cermat dan bijak adalah persoalan yang terdapat di Desa.
            Menurut catatan Tulus Tambunan, sebenarnya menjelang akhir dekade 1970-an pemerintah sudah menyadari buruknya kualitas pembangunan yang dihasilkan denagn strategi tersebut. Oleh karena itu, sejaak Pelita III strategi pembangunan mulai diubah: tidak lagi hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama pembangunan. Sejak itu perhatian mulai diberikan pada usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya lewat pengembaangan industri-industri padat karya, pembangunan pedesaan, dan modernisasi sektor pertanian. Hingga menjelang terjadinya krisis ekonomi, sudah banyak dilaksanakan program-program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi jumlah orang miskin dan ketimpangan pendapatan di tanah air.. program-program tersebut antara lain adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan banyak lagi.
            Selain itu, sekarang juga sama terdapat serangkaian pembangunan yang bertolak pada masyarakat tertinggal yakni masyarakat desa. Serangkaian pembangunan itu ialah Kredit Usaha Rakyat yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Bank-bank swasta, Kredit Lunak Desa, pendidikan wajib 9 tahun, pelatihan kewirausahaan tetapi sifatnya semu, dan banyak lagi.
            Selama pembangunan yang telah diselenggaran oleh pemerintah kepada masyarakat desa. Tetapi belum terdapat kontribusi yang signifikan, karena kemiskinan, pengangguran, permasalahan pertanian, masalah struktur ekonomi, keterbelakangan dan ketegangan-ketegangan di Desa masih tetap terasa kuat. Jadi apa yang salah dengan serangkaian pembangunan yang telah terealisaasi itu?. Apakah kurang cocok atau kurang militannya pembangunan di desa?. Atau kemungkinan ada sebab lain?.

            Maka dari itu pemakalah tertarik untuk mengangkat kerangka konseptual dari Prof Sarbini Sumawinata terkait pembangunan dan proses pembentukan sektor industri di pedesaan sebagai upaya pengentasan masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat indonesia pada umumnya, khususnya di pedesaan, dengan Judul “Pembangunan dan Industrialisasi Kerakyatan”
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud  pembangunan kerakyatan dan industrialisasi kerakyatan?
b.      Bagaimana strategi pembangunan kerakyatan dalam pengentasan  masalah-masalah di masyarakat?
c.       Bagaimana strategi industrialisasi kerakyatan?
3.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui kerangka konseptual Prof. Sarbini Sumawinata tentang pembangunan dan industrialisasi kerakyatan.
b.      Untuk mengetahui strategi, program-program dan langkah-langkah kongkrit pembangunan ekonomi dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran masyarakat.
c.       Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pembangunan ekonomi dewasa ini yang diselenggarakan negara kepada masyarakat?.









BAB II
PEMBANGUNAN DAN INDUSTRIALISASI KERAKYATAN
A.    PEMBANGUNAN KERAKYATAN
Apa yang dimaksud dengan pembangunan kerakyatan?
            Pembangunan kerakyatan sebenarnya perwujudan dari naskah yang ditulis tahun 1980, dengan judul asli “Ke Arah Strategi Pembangunan Total”. Apa yang hendak dibangun secara total?.
            Pembangunan kerakyatan merupakan karakteristik dari pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi itu sendiri adalah serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi (Sadono Sukirno, 2007:3). Pembangunan ekonomi itu bermacam-macam tergantung arah atau cita-cita pembangunan yang ingin dicapai. Ada pembangunan ekonomi menitikberatkan kepada pertumbuhan ekonomi yakni pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) berarti pembangunan sektor industri, pembangunan akan ketahanan pangan, dan ada juga pembangunan ekonomi menurut kesejahteraan masyarakat.
            Kenyataan yang pernah terjadi menurut Tulus Tambunan (2009:82), menjelang akhir dekade 1970-an pemerintah sudah menyadari buruknya kualitas pembangunan yang dihasilkan dengan strategi tersebut. Oleh karena itu, sejak Pelita III strategi pembangunan mulai diubah: tidak lagi hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama pembangunan. Jadi adanya pergeseran arah pembangunan pada masa Orde Baru pada tahun 1970an dari pertumbuhan ekonomi, ke kesejahteraan masyarakat sebagai arah tujuan pembangunan. 
            Pembangunan kerakyatan merupakan karakteristik dari pembangunan ekonomi yang bertolak pada kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utamanya. Pembangunan kerakyatan di dalamnya mengandung kata kerakyatan, yakni rakyat atau masyarakat. Berarti apa yang hendak dibangun, adalah rakyat. Menurut Prof. Sarbini (2004:22) dalam konteks rakyat dalam hal ini adalah seluruh elemen masyarakat suatu negara. Artinya seluruhnya mempunyai hak yang sama secara adil untuk dijunjung serta turut aktif dalam kegiatan ekonomi. Pembangunan kerakyatan kerap dijadikan sebagai landasan dari sistem ekonomi kerakyatan yang pada hakikatnya adalah pelaksanaan strategi pembangunan berdasarkan pembagian merata dan meluas dalam hal kesempatan berusaha yakni pengikutsertaan seluruh masyarakat pada kegiatan ekonomi, sosial dan politik.
            Menurut sistem, pembangunan kerakyatan merupakan suatu komponen dari political economy yakni strategi pembangunan. Strategi apakah yang ditawarkan oleh pembangunan kerakyatan? Adalah strategi pembangunan total[1], artinya pembangunan menyeluruh terhadap persoalan-persoalan sampai mendasar yang terjadi pada masyarakat pada umumnya. 
            Kita sudah menemukan suatu konsep dari pembangunan kerakyatan yakni rakyat sebagai subjek pembangunan tetapi belum menyentuh arah pembangunan yang lebih jelas, karena belum mengetahui apa permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Selanjutnya akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya.!
1.      Strategi Pembangunan Alternatif
Apa yang dimaksud dari strategi Alternatif?
            Menurut pengertiannya, strategi pembangunan alternatif adalah penentuan atau usaha menentukan pilihan arah atau target pembangunan. Target pembangunan ini dapat dijelaskan jika permasalahan di dalam masyarakat dan hubungan-hubungan lainnya dikemukakan. Dengan demikian, kita harus menelaah atau meninjau permasalahan apa yang terjadi pada masyarakat kita dan hubungan-hubungan (ideologi atau falsafah, politik, ekonomi dan sosial budaya) yang menjadi dasar penentuan target pembangunan?
a.      Ideologi dan Falsafah Negara Sebagai Arah Pembangunan Ekonomi.
            Gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran tentang konsep pembangunan untuk masyarakat kita sendiri, harus bersumber kepada alam kita sendiri, keadaan kita sendiri, dan kenyataan-kenyataan masyarakat kita sendiri, serta juga kepada gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan, aspirasi-aspirasi yang hidup di dalam masyarakat kita, yaitu dalam bentuk ideologi kita (Prof. Sarbini:115). 
            Menurut asas dan dasar pemikiran Pancasila dan UUD ’45, yang berdasarkan kekeluargaan, keadilan sosial, dan kerakyatan. Karena itu, strategi pembangunan yang lebih sesuai dengan dasar falsafah kita harus memihak dan langsung memperhatikan nasib rakyat (Prof. Sarbini:113).
            Rakyat yang terbanyak di indonesia hidup di daerah pedesaan. Jadi strategi pembangunan yang bersifat kerakyatan haruslah strategi yang memusatkan perhatian pada pembangunan daerah pedesaan. Dan terlepas dari soal lokasi proyek-proyek pembangunan kita, yang lebih penting untuk dipertanyakan adalah siapa dan di daerah mana orang-orang yang sesungguhnya menerima hasil pembangunnan sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya. Ternyata, rakyat pedesaan paling sedikit menerima dan menikmati hasil pembangunan prasarana dan lain-lain (Prof. Sarbini, 2004:113).
            Dalam menyusun suatu konsep pembangunan, beberapa pertanyaan  pokok menjadi sangat penting. Pertama, hal orientasi dan arah pembangunan; Kedua, apakah dan siapakah yang menjadi pendorong dan pelaksana pembangunan itu; ketiga, dalam suasana sosial politik yang bagaimana kita mengadakan pembangunan itu (Prof. Sarbini, 2004:115).
            Pertama, sebagai pengejawantahan tujuan utama pembangunan, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya, maka fokus pembangunan kita adalah kepada rakyat banyak (rakyat kecil) yang miskin, terbelakang, dan hidup di daerah pedesaan. Karena itu, pembangunan kita harus jelas memihak dan orientasi ke daerah pedesaan. Seluruh pembangunan dikerahkan untuk memberantas kemiskinan, menegakkan keadilan sosial, dan berjiwa kerakyatan.
            Kedua, rakyatlah yang harus dijadikan motor dan pendukung pembangunan. Pembangunan pada dasarnya harus berjalan dari bawah bukan dari atas. Pembangunan harus nyata-nyata untuk rakyat, dengan rakyat dan oleh rakyat. Sesungguhnya sumber daya yang terbesar adalah energi dan kreativitas rakyat yang dapat menimbulkan dinamika besar untuk mendorong seluruh masyarakat ke arah kemajuan. Dan pemerintah sebagai pengabdi rakyat seluruhnya bertindak sebagai pelopor, penyalur, dan pembina dinamika rakyat.
            Ketiga, hal-hal tersebut hanya dapat terlaksana dalam suasana yang bebas, karena hanya dalam suasana serba bebas, dinamika dan kreativitas rakyat dapat bangkit. Pembinaan yang sifatnya berupa tuntunan dan perintah dari atas juga tidak akan membantu. Hanya dalam suasana yang bebas, rakyat akan dapat mengembangkan energinya ke arah pencapaian aspirasinya. Rakyat yang demikian inilah yang dapat menjadi sumber kekuatan pendorong yang besar bagi pembangunan. 
b.      Kedudukan Masyarakat Sebagai Arah Pembangunan Ekonomi.
            Struktur masyarakat kita sekarang ini (walaupun dalam bentuknya telah terjadi perubahan-perubahan dibandingkan dengan keadaan zaman feodal/kolonial), dalam wujudnya yang lebih hakiki belum banyak berbeda dari struktur zaman feodal/kolonial. Dalam bidang politik, struktur kita masih bersifat patrimonial[2], di mana di satu pihak ada yang memerintah, dilain pihak ada yang diperintah serta hanya menjalankan perintah. Tidak ada kekuatan sosial-politik lainnya untuk mengimbangi segala sesuatu yang terjadi. Tetapi pada struktur sosial di Indonesia dapat dikatakan terdiri dari atasan/bahawan. Hal ini berlaku di semua segi kehidupan sosial. Dapat dikatakan tidak ada lapisan sosial menengah yang menempatkan diri sebagai penengah atau di antara kedua lapisan tersebut. Lapisan ini lebih berorientasi ke atas dan selalu mencoba mengidentifikasikan diri dengan atasan serta tidak pernah secara subtansial menempatkan diri dengan bebas dan merdeka antara kedua lapisan tersebut. Dalam bidang ekonomi, struktur masyarakat indonesia lazim disebut struktur yang dualistik, yaitu suatu struktur ekonomi di mana dua lapis kegiatan ekonomi yang berlainan dalam berbagai segi dan kemampuan hidup berdampingan, tetapi terpisah jurang perbedaan yaitu ekonomi perkotaan dengan industri dan ekonomi pedesaan dengan pertanian (Prof. Sarbini, 2004:117).
            Segala usaha pembangunan, jika tidak sekaligus di arahkan terhadap perubahan struktur tersebut, akan lebih banyak memperlebar jurang perbedaan. Keadaan ini lebih serius jika kita sadari bahwa rakyat yang terbanyak berada di dalam pihak yang sangat lemah dan sangat rendah kemampuannya di segala kegiatan ekonomi. Berdasarkan ideologi yang hidup di indonesia (dengan tekanan pada kegiatan sosial, pemberantasan kemiskinan dan kerakyatan), maka seperti yang telah dikemukakan, fokus dan orientasi pembangunan kita hendaknya ada di daerah pedesaan. Karena itu, waktu kita meninjau lebih lanjut keadaan dan kenyataan masyarakat Indonesia ada baiknya jika kita mulai dengan mengadakan peninjauan lebih seksama terhadap keadaan masyarakat desa (Prof. Sarbini, 2004:118).
            Keadaan dan kenyataan masyarakat indonesia di pedesaan menjadi lebih jelas jika kita kemukakan  ciri-ciri dan sifat-sifat yang dihadapinya, yaitu antara lain (Prof. Sarbini, 2004:119): 
1.      Adanya kemiskinan yang luas;
2.      Adanya kekurangan gizi yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan kekurangan kemampuan fisik, sehingga produktivitas dan dinamikanya rendah.
3.      Besarnya jumlah pengangguran, khususnya meluasnya pengangguran yang bersifat terselubung. Di samping itu, sangat terasa kurangnya kesempatan kerja penuh.
4.      Kurangnya pendidikan.
5.      Terdapatnya teknologi yang sangat terbelakang serta alat-alat produksi yang usang dan sangat tidak produktif.
6.      Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang berbeda dalam keadaan semi-isolasi dan tidak berkembang.
7.      Perkembangan ekonomi, sosial, dan politik yang terbelakang dan statis.
8.      Bagian terbesar dari rakyat dase hidup di bawah tekanan-tekanan, antara lain tekanan kebutuhan dasar yang dengan susah payah dapat mereka penuhi hanya untuk sebagian saja, dan juga berbagai macam tekanan dari kelompok-kelompok yang berkuasa (baik dari pihak birokrasi maupun pihak ekonomi, keuangan, dan lain-lain.
            Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa strategi pembangunan alternatif menurut Prof. Sarbini ialah yang menjadi target dari pembangunan adalah masyarakat di pedesaan serta hubungan-hubungannya seperti keadaan struktur politik, sosial dan ekonomi. Apa yang harus dibangun? Adalah persoalan-persoalan yang terjadi pada masyarakat pedesaan seperti delapan poin masalah yang telah disebutkan. Adapun arah dan tujuannya ialah pemberantasan kemiskinan, menegakkan keadilan sosial, dan berjiwa kerakyatan. Dengan demikian, strategi yang harus diterapkan adalah “pembangunan yang terintegrasi atau pembangunan Total”. apa yang dimaksud dengan pembangunan terintegrasi? Dapat dijelaskan pada sub-bab berikutnya!.
2.      Pembangunan Terintegrasi (Pembangunan Total)
            Suatu konsep, yaitu rangkaian gagasan yang mempunyai kemungkinan dan kesempatan untuk dilaksanakan, harus bersifat realistis. Karena itu, konsep harus bertolak dari masalah-masalah yang dihadapi pada dewasa ini sebagai pangkal-tolak dan juga sebagai suatu rangkaian masalah yang harus dipecahkan (Prof. Sarbini, 2004:119).
            Sebelumnya, perlu diadakan ketegasan dan penjelasan dalam pikiran serta pengertian kita mengenai ideologi maupun cita-cita. Berpedoman  kepada ideologi dan UUD, maka keadaan dan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat sangat penting mendapat perhatian, secara khusus adalah  keterbelakangan, kemiskinan, ketidakadilan, ketidakmerataan, pengangguran yang luas, kekurangan gizi, kekurangan kesehatan, serta suasana yang serba tidak bebas. Semua itu seolah-olah bertopang secara kuat pada keadaan struktur masyarakat kita dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik yang memperkokoh serta melanggengkan keadaan yang tidak memuaskan ini. Pada akhirnya, semua itu terwujud dalam keseluruhan ekspresi kebudayaan kita (Prof. Sarbini, 2004:120).
            Selanjutnya perlu dipertanyakan, sudah jelaskah cita-cita yang kita tuju? Cita-cita kita adalah masyarakat adil dan makmur. Adakah kejelasan pada kita apa yang dimaksud dengan massyarakat yang adil dan makmur? Disini, yang kita perlukan ialah kejelasan dan ketegasan, sehingga dapat disusun  rangkaian sasaran yang dapat dituju. Dengan demikian, cita-cita masyarakat adil dan makmur (bagaimanapun juga penilaian masing-masing tentang apa yang diartikan sebagai makmur) dapatlah dijadikan sebagai sasaran akhir (Prof. Sarbini, 2004:121).
            Secara umum, pengertian masyarakat adil dan makmur tidak terlalu kabur jika kita artikan sebagai masyarakat yang sejahtera. Pertama-tama, dapat dikatakan bahwa orang merasa sejahtera kalau ia bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan hari esok bisa makan atau tidak. Akan tetapi, hal ini tidak mencukupi, karena orang tidak akan merasa sejahtera kalau ia menganggap ada ketidakadilan terhadap dirinya dan sesamanya didalam masyarakat. Kesejahteraan juga berhubungan dengan hari kemudian. Bahkan, ia dapat mengharapkan hari esok akan lebih baik daripada hari ini (Prof. Sarbini, 2004:122).
            Dengan demikian, tingkat kesejahteraan akan menjadi relatif penting dibanding dengan materiil. Memang, keadilan materiil yang minimal dapat memberi pelayanan terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok mutlak diperlukan. Akan tetapi, sesudah tingkat itu tercapai menjadi lebih sekunder dan relatif. Keadilan materiil hanya akan mempunyai arti dalam kombinasi dengan keadaan dan perasaan-perasaan yang lain, seperti pemerataan, keadilan, dan kebebasan (Prof. Sarbini, 2004:122).
            Pandangan kita tentang perorangan maupun seluruh masyarakat Indonesia yang sejahtera didasarkan atas suatu pandangan yang realistis. Setiap orang Indonesia akan dihadapkan pada pilihan-pilihan dan nilai-nilai yang lain, yang tidak kurang tinggi serta benarnya dibandingkan dengan nilai-nilai yang bersifat materialistis. Nilai-nilai tersebut antara lain rasa sejahtera, rasa adil, rasa ikut serta aktif dalam seluruh kehidupan masyarakat, rasa adanya kebebasan, rasa adanya kebersamaan dan kemampuan untuk menentukan sendiri perbaikan nasib dirinya serta seluruh keluarganya, ditambah dengan keadaan dan suasana umum dalam masyarakat yang lebih mementingkan nilai-nilai hidup yang lain daripada sekedar materi (Prof. Sarbini, 2004:123).  
            Dengan begitu, seluruh komponen yang terdapat pada manusia harus dapat dibangun. Menurut Prof. Sarbini, sesungguhnya yang perlu dibangun adalah manusianya, yaitu dalam bentuk membangun kesadaran orang akan kemampuannya sendiri, sehingga lahirlah aspirasi yang mendorong keseluruhan masyarakat ke arah kemajuan. Inilah yang dapat disebut pembangunan total atau pembangunan terintegrasi, melihat keseluruh kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan tersebut dibarengi dengan perubahan struktur. Jadi Bukan hanya bersifat materiil (ekonomi) saja yang harus dibangun, melainkan kondisi sosial dan politik masyarakat juga harus dibangun.
            Selanjutnya kita akan membahas lebih jauh dan lebih praktis tentunya lagi tentang, apa yang dimaksud dengan pembangunan Sosial, Politik dan Ekonomi,  bagaimana bentuk dan kontribusinya?.
3.      Pembangunan Sosial dan Politik
            Negara-negara terbelakang tidak hanya terbelakang dalam aspek ekonomi, tetapi juga dalam aspek politik dan sosial. Negara-negara ini tidak hanya terbelakang dalam kemampuan berproduksi, tetapi juga terbelakang dan lemah dalam keseluruhan struktur masyarakat. Keterbelakangan dan kelemahan dalam struktur tersebut merupakan hambatan bagi segala usaha untuk mengembangkan masyarakat ke arah kemajuan. Karena itu, pembangunan ekonomi atau pengembangan hanya dalam salah satu bidang walaupun bidang itu sangat penting, tidak akan mencukupi dan tidak akan membawa hasil yang sesuai dengan cita-cita masyarakat tersebut. Hanya jika pembangunan diadakan secara menyeluruh (meliputi seluruh bidang kehidupan), dapat diharapkan timbulnya perubahan struktur dan bersamaan dengan itu timbullah perubahan suasana serta sikap di dalam masyarakat, yang menyebabkan terjadinya dinamika menuju perkembangan yang diharapkan (Prof. Sarbini, 2004:131).
            Khusus dalam bidang politik, baik pancasila maupun UUD 1945 telah jelas memberikan tuntutan kepada kita dan mewajibkan kita menjalankan apa yang telah dicantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 tersebut. Dalam bidang politik, harus juga diberlakukan persaingan bebas, meskipun harus disertai peraturan-peraturan dan beberapa pembatasan tertentu. Peraturan maupun pembatasan tersebut harus bersifat dan ditekankan kepada upaya menjamin kebebasan (jadi bukan menekan kebebasan). Di samping itu fair play dan kode-kode etik harus mendapat perhatian sepenuhnya. Ketentuan-ketentuan tersebut harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, dalam berbagai tingkat maupun lapisan (Prof. Sarbini, 2004:129).  
            Seperti pernyataan diatas tentang bermain adil (fair play), keseluruhan proses ini harus berada dalam pengamatan dan pengawasan. Pengawasan tidak berarti secara formal dan legalistik oleh eksekutif, melainkan diserahkan kepada satu-satunya cara dan sifat yang paling efektif, yaitu pengawasan sosial. Pengawasan sosial yang diekspresikan dalam bentuk pendapat umum harus efektif, sehingga pendapat umum ini melalui segala saluran (media massa, badan-badan legislatif, dan sebagainya) dapat mendorong eksekutif maupun pihak-pihak lain yang terlibat dalam persaingan mengadakan perbaikan. Hal ini hanya menjadi mungkin jika struktur sosial pada masyarakat diperbaiki atau dirubah dan meningkat sehingga pendapat umum yang didukung berbagai macam golongan maupun lapisan mempunyai kekuatan politik (Prof. Sarbini, 2004:128).    
            Hanya orang-orang yang merasa bebas akan mendapat kesadaran dan keyakinan, bahwa ia secara penuh sebagai warga negara ikut serta dengan aktif dalam pembangunan masyarakat keseluruhan. Hanya dalam suasana yang demikian pulalah orang akan mendapat perasaan sejahtera di samping adanya peengetahuan bahwa kebutuhan pokoknya dapat dilayani. Selain itu, akan dapat menimbulkan dinamika yang merupakan dorongan kuat ke arah kemajuan yang diperlukan untuk perkembangan masyarakat (Prof. Sarbini, 2004:130).
            Suasana politik yang lebih jelas juga akan dapat membangun manusia-manusia untuk membentuk struktur masyarakat di mana masyarakat itu sendiri menjadi kekuatan untuk mengimbangi segala kemungkinan penyelewengan dan salah arah yang timbul dalam masyarakat. Masyarakat seperti inilah yang kan mampu membenahi diri dengan kekuatan sendiri, dan menjamin adanya stabilitas yang kokoh dalam suasana serba dinamis (Prof. Sarbini, 2004:130).
            Jadi yang dimaksud dengan pembangunan sosial adalah adanya keadilan, hidup berdampingan, bahu-membahu satu sama lain, adanya kebebasan dalam bersaing secara adil, dan tidak ada pihak yang kalah dan terasing (karena yang kalah atau terasing dibantu dan dibangun oleh pihak yang menang dalam persaingan untuk dapat bertahan hidup), semua ini dapat terwujud jika pembangunan sosial melalui lembaga-lembaga sosial menyentuh perubahan struktur dalam masyarakat.
4.      Pembangunan Ekonomi
            Pembangunan ekonomi baru akan berarti jika dapat membawa perrubahan struktur ekonomi bersama dengan pembangunan dalam bidang-bidang sosial, politik, dan kebudayaan. Ciri struktur ekonomi yang paling menonjol (dan paling meminta perhatian) ialah struktur dualistik, dimana seluruh struktur perekonomian trebagi dalam dua bagian yang sangat berlainan, hidup berdampinga, tetapi dalam hubungan-hubungan sangat timpang. Sifat paling menonjol dalam dualisme tersebut ialah di satu pihak ada golongan dan lapisan perekonomian yang sangat kuat dalam segala aspeknya dan di pihak lain ada lapisan yang sangat besar dan meliputi bagian terbesar dari seluruh rakyat (yang terdiri dari kesatuan-kesatuan ekonomi yang sangat kecil), yang sangat lemah dan tidak berkemampuan membangun dirinya. Ciri-ciri inilah yang seharusnya dijadikan patokan untuk menentukan fokus pembangunan ekonomi kita (Prof. Sarbini, 2004:132).
            Sehubungan dengan falsafah hidup masyarakat kita dan aspirasi-aspirasi yang hidup dikalangan rakyat, pembangunan ekonomi harus diarahkan kepemberantas kemiskinan, ketidakmerataan, ketidakadilan, dan pengangguran. Hal ini mengharuskan kita memfokuskan segala usaha pembangunan si lemah. Karena itu, orientasi pembangunan ekonomi kita, bahkan orientasi keseluruhan pembangunan kita, adalah pembangunan daerah pedesaan (Prof. Sarbini, 2004:130).
            Pembangunan desa juga harus secara total dan terintegrasi meliputi seluruh bidang kehidupan kemasyarakatan, yaitu ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Ini berarti harus diadakan investasi besar-besaran di daerah pedesaan (Prof. Sarbini, 2004:130).   
            Berhubungan dengan masalah kemampuan dan daya absorbsi dari pedesaan, maka suatu periode dan langkah persiapan pra-investasi sangat diperlukan. Salah satu langkah yang paling penting sebagai tindakan pra-investasi ialah diadakanya pembangunan fisik dari orang-orang di desa itu sendiri. Keterbelakangan, kebodohan, kekurangan gizi dan kesehatan, harus dihadapi secara langsung dan segera (Prof. Sarbini, 2004:133).
            Investasi secara besar secara besar-besaran di daerah pedesaan harus pula dilihat sebagai langkah yang sangat prinsipil dalam rangka pemerataan. Pemeratan tidak seharusnya diartikan meratakan hasil-hasil produksi. Melainkan, pemerataan harus dimulai dari meratakan pengikutsertaan secara aktif pada keseluruhan proses produksi. Sehubungan dengan itu, pemerataan akan ada artinya jika yang diratakan ialah penyebaran dari segala asset. Pengertian asset harus diperluas tidak hanya dalam arti modal, baik bersifat keuangan/informasi serta seluruh sofware yang diperlukan dalam proses produksi (Prof. Sarbini, 2004:133).
            Kalau selama ini investasi di daerah pedesaan meliputi bagian yang sangat kecil, maka separo dari seluruh dana pembangunan pemerintah ke arah pedesaan akan diperlukan jika hasil-hasil yang berarti ingin dicapai (Prof. Sarbini, 2004:134).
            Kelemahan yang ada di daerah tersebut sedemikian menyeluruh sifatnya, sehingga pembangunan secara sektoral tidak akan mencukupi. Karena itu sekali lagi, pembangunan harus bersifat total dan integral. Sebagai permulaan dapatlah dibangun apa yang disebut kebutuhan-kebutuhan pokok, meliputi kebutuhan akan kesehatan, gizi, pelajaran, dan pemukiman. Selanjutnya, pembangunan harus diadakan di seluruh sektor, dimulai dari pembangunan sektor pertanian, industri, pengangkutan, sumber energi, peerbankan, dan perdagangan (Prof. Sarbini, 2004:134).
            Pembangunan di segala sektor ini dilakukan dengan memperkenalkan teknologi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi tradisional yang ada di desa. Dengan masuknya teknologi modern di derah pedesaan, maka teknologi ini harus mendapat arti yang lebih luas, bukan hanya meliputi cara organisasi, manajemen informasi yang selengkap-lengkapnya tentang mutu dan bentuk barang produksi serta pemasarannya (Prof. Sarbini, 2004:135).      
            Disisni memasukkan dan memperkenalkan teknologi madya harus diartikan meliputi segala aspek dan proses produksi.perlu kiranya diberi kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan teknologi madya (Prof. Sarbini, 2004:135).
            Pertama, teknologi madya merupakan alat-alat dan cara produksi yang lebih modern daripada apa yang ada di desa sekarrang ini (teknologi tradisional atau kuno). Akan tetapi, teknologi ini masih di bawah teknologi maju dan mutakhir. Kemajuan dan tingkat teknologi madya harus berada dalam tingkat kemampuan orang desa pada umumnya, sesudah mendapat latihan serta kursus dalam waktu relatif singkat, antara 6-12 bulan.
            Kedua, teknologi madya harus terdiri atas alat-alat yang memiliki rasio atau imbangan satu banding satu dengan tenaga kerja yang tersedia. Artinya, satu alat dikerjakan satu orang.
            Pengertian teknologi madya juga harus meliputi organisasi. Jika ingin diterapkan dalam bidang pertanian, pertama-tama harus diadakan reorganisasi cara orang bertani. Pada umumnya kita mengetahui bahwa pertanian di Indonesia bersifat pertanian yang sangat kecil dan individual. Suatu modifikasi landreform akan diperlukan, bukan landreform dalam arti konvensional (membagi rata tanah pertanian), tetapi dengan tidak mengubah masalah kepemiilikan. Diusahakan adanya pertanian yang meliputi suatu lahan yang berskala cukup besar, sehingga dapat diadakan manajemen secara ekonomis. Misalnya, dengan menggabungkan lahan yang kecil dari petani perorangan, sehingga meliputi suatu lahan sebesar 5-100 hektar. Dengan demikian, akan jauh lebih mudah diatur secara modern dibandingkan bila dikerjakan oleh orang per orang. Jika lahan seluas 5-100 hektar ini diorganisasikan secara kooperatif dengan pembentukan pengurusannya, yang secara demokratis dipilih oleh para petani yang bersangkutan, dan dengan bantuan tenaga-tenaga manajemen yang cukup terlatih (misalnya pemuda desa lulusan SMA yang dilatih selama 1-2 tahun), maka dapatlah diadakan investasi lahan-lahan yang teknologinya lebih maju (Prof. Sarbini, 2004:136).
            Selain itu, fasilitas perkreditan, fasilitas informasi/pengertahuan tentang pasaran yang berkenaan dengan produksi mereka merupakan bantuan yang sangat bermanfaat. Dengan sendirinya, lewat modernisasi bidang pertanian ini kemunkinan sebagian orang terpaksa tersisih karena merupakan tenaga yang berlebihan. Di sini kelihatan pentingnya bila kita membangun keseluruhan sektor, sehingga tenaga yang tersisih dari pertanian dapat ditampung kembali dalam sektor industri, transportrasi, administrasi perdagangan, dan sebagainya (Prof. Sarbini, 2004:136).
            Apa yang diuraikan tentang pertanian, berlaku pula bagi sektor industri, transportasi dan sebagainya. Sebagai organisasi yang sesuai dengan pemerataan, keadilan, dan kemampuan yang ada  di desa, pembentukan koperasi dalam ukuran yang tidak terlalu besar dapat bermanfaat. Misalnya, usaha-usaha industri dalam bentuk koperasi yang terdiri atas 10-20 orang adalah satu organisasi perusahaan yang berbeda dalam jangkauan kemampuan manajemen di daerah pedesaan (Prof. Sarbini, 2004:136).
            Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa teknologi madya dan kemampuan industri kecil d pedesaan harus meningkat sampai ke satu tingkat yang sekarang telah berjalan di kota-kota besar, dalam perusahaan-perusahaan sedang tetapi modern, dan dalam berbagai bidang produksi (seperti perusahaan-perusahaan mebel yang modern dan berbagai macam bengkel logam modern) (Prof. Sarbini, 2004:137).
            Bidang apa yang harus dikerjakan dan dilaksanakan industri di daerah pedesaan harus ditentukan oleh keaddaan dan kemampuan lingkungan serta alamm di sekitar pedesaan yang bersangkutan. Yang jelas, kita tidak perlu membatasi diri kepada hal-hal yang tradisional. Dan dengan teknologi madya ini dapat diusahakan hasil yang mutu dan harganya dapat dijual ditoko-toko besar indonesia, sebagai barang-barang impor (Prof. Sarbini, 2004:137).
            Sampailah kita kepada pada masalah pemasaran. Pertama-tama, desa atau sekelompok desa yang terbangun dan mempunyai tingkat kemampuan serta daya beli yang lebih tinggi, merupakan pasaran yang lebih kuat dan lebih besar dibanding dengan masa sebelum dibangun. Daerah tersebut merupakan pasaran untuk produksi-produksi desa dan juga menjadi pasaran yang kuat bagi produksi-produksi desa dan juga menjadi pasaran yang kuat bagi produksi industri-industri kota (Prof. Sarbini, 2004:137).
5.      Pemasaran
            Pemasaran sangat menentukan berhasil atau tidaknya keseluruhan pembangunan ekonomi daerah pedesaan. Perhatian yang saksama supaya diberikan kepada penjagan mutu yang baik sejak dari produksi sampai ke penjualan terakhir kepada konsumen, baik di dalam negeri maupun di luar negeri (ekspor). Pertama-tama, mutu barang harus dijaga dan dipertahankan pada tingkat yang tinggi. Untuk itu, bantuan kepada prooduksi di desa mengenai desain, mutu bahan mentah, manajemen, disiplin kerja, organisasi dan informasi yang lengkap tentang pasaran, harus diberikan sebaik-baiknya, di samping disediakannya teknologi madya dengan keterampilan yang diperlukan (Prof. Sarbini, 2004:138).     
            Sebagai permulaan seluruh persoalan diatas, dapat meliputi barang konsumsi sehari-hari dan seluruh kebutuhan rumah tangga. Selanjutnya pembuatan dan penjualan alat-alat tangan (manual) dan barang-barang keperluan konstruksi serta keperluan mesin-mesin sederhana, sesuai dengan kemampuan industri desa. Dalam hal ini, masalah mutu, efisiensi dan produktivitas yang setinggi-tingginya harus senantiasa dipelihara (Prof. Sarbini, 2004:139).
            Dengan demikian meratakan pembangunan melalui investasi besar-besaran di daerah pedesaan, beberapa hal akan tercapai. Pertama, rakyat yang lemah diikutsertakan secara langsung, aktif, dan dinamis dalam keseluruhan proses produksi nasional. Dengan demikian, pemberantasan pengangguran terbuka dan terselubung. Kesempatan kerja penuh dengan kegiatan produktif menjadi kenyataan. Akibatnya, secara langsung dan efektif terlaksana pemerataan hasil produksi. Pemberantasan kemiskinan pun dapat berjalan (Prof. Sarbini, 2004:139).
            Dengan pembangunan ekonomi seperti diuraikan di atas, dalam suasana sosial, politik yang serba bebas, dan pembangunan berjalan dari bawah, masyarakat akan berkembang ke arah cita-cita adil dan makmur. Perjalanan ke arah cita-cita tersebut memerlukan jangka waktu yang sangat panjang. Akan tetapi, yang sngat esensial, di setiap tingkat perjalanan tersebut dapat dibangkitkan kesejahteraan yang terus menerus. Denga pola pembangunan seperti diuraikan di atas maka sekaligus dapat dibandingkan kesadaran dan rasa harga diri yang kian meningkat. Suasana yang aktif dan dinamis, yang berlaku bagi setiap insan Indonesia dengan keadaan yang bebas dan penuh inisiatif, akan dirasakan orang sebagai adanya penghormatan dan menjunjung tinggi martabatnya (Prof. Sarbini, 2004:141-143).
            Masyarakat beginilah yang merupakan masyarakat sejahtera.
B.     INDUSTRIALISASI KERAKYATAN
            Mengapa industrialisasi desa, bukanya pembangunan desa atau modernisasi desa. Mengapa tidak dibiarkan saja desa menentukan nasibnya sendiri dengan aturan hidupnya sendiri yang sudah ada dan terbentuk sejak berabad-abad lalu (Prof. Sarbini, 2004:143).
            Desa tidak menunjukan kemajuan karena telah lama hanya tahu satu tujuan hidup yang masih ada dalam batas kemampuannya, yaitu survival. Bertahan hidup dalam keadaan yang makin parah, tetapi bertahan dalam keserasian dan kedamaian. Mereka yang tidak dapat menerima keadaan, suasana, dan pandangan hidup yang demikian akan meninggalkan desa (Prof. Sarbini, 2004:143).
1.      Struktur Desa
            Bagian terbesar penduduk Indonesia (kurang lebih 80%[3]) bermukim di daerah pedesaan yang berbeda tajam dengan daerah perkotaan. Daerah pedesaan adalah daerah lemah di segala bidang. Dalam hubungan ini, daerah pedesaan tidak mampu bersaing. Hal ini mengakibatkan penyerahan desa kepada tekanan-tekanannya, akhirnya juga kemampuan dan kemakmurannya merosot (Prof. Sarbini, 2004:148).
            Sektor pertanian sangat dominan dalam perekonomian desa. Luas lahan praktis sudah jenuh karena tidak seimbang dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun. Pertambahan jumlah penduduk menghendaki pula meningkatkannya banyak mata pencaharian untuk mencukupi keperluan hidup. akibatnya, pengangguran dan jumlah buruh tani membengkak, tanpaa bertambahnya luas tanah (Prof. Sarbini, 2004:149).
            Jelaslah bahwa pertanian tidak dapat diandalkan sebagai motor pendorong pertumbuhan. Apalagi sektor-sektor yang lebih lemah dan tidak mampu menggalang akumulasi modal. Jadi  diperluakan sektor di luar pertanian yang lebih produktif, lebih efisien, dan lebih kuat daripada pertanian. Dengan demikian, sektor tersebut dapat menjadi motor yang menggerakan keseluruhan kegiatan masyarakat desa. Sektor ini adalah sektor industri! (Prof. Sarbini, 2004:150).
2.      Industrialisasi Desa
            Berbeda dengan yang lazim diartikan dengan industri, yaitu sektor pabrikasi atau manufaktur, maka industrialisasi hendaknya meliputi segala bidang kegiatan. Paling tidak, industrialisasi harus meliputi sektor ekonomi, pertanian, perikanan, industri, perdagangan, pengangkutan, perbankan, kesehatan, pendidikan, jasa, dan lain-lain. Industrialisasi berarrti menggunakan dan menerapkan teknologi dengan segala perangkat lunak dan keras pada semua kegiatan masyarakat. Pada hakikatnya industrialisasi berarti mentransformasikan peradaban pertanian dan feodalisme menjadi peradaban industri dan modern (Prof. Sarbini, 2004:150).
            Industrialisasikah jalan keluar dari kemelut desa kita ini? Khususnya di desa industrialisasi harus meliputi semua bidang aktivitas, karena seluruh segi kegiatan masyarakat desa lemah dan perlu dorongan serta perubahan nyata. Industrialisasi dalam arti yang luas ini meliputi sektor pertanian, perikanan, bahkan sektor pendidikan, kesehatan, apalagi perdagangan dan jasa. Industrialisasi tidak hanya meliputi penggunaan mesin-mesin atau alat-alat, tetapi juga mengharuskan penggunaan organisasi yang lebih canggih dan lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan keahlian, keterampilan, yang lebih tinggi, dan rekayasa yang lebih canggihs. Untuk mengadakan industrialisasi desa, pertama-tama perlu disesuaikan tingkat teknologi yang lebih modern dan lebih maju dari teknologi tradisional yang sekarang masih digunakan di pedesaan. Teknologi modern ini pun (yaitu menggunakan mesin-mesin dan alat-alat yang digerakan oleh listrik) janngan terlalu tinggi, sehingga di luar jangkauan pengertian atau penyerapan masyarakat pedesaan. Tentunya dalam hal ini perlu diadakan kursus, latihan, dan pendidikan tambahan untuk meningkatkan kemampuan menyerap teknologi tersebut (Prof. Sarbini, 2004:152). Teknologi apakah yang dimaksud? Untuk lebih lenjutnya mengenai teknologi yang digunakan atau yang cocok untuk masyarakat desa, akan diterangkan pada sub-bab “Pilihan Teknologi” berikut ini!.
3.      Pilihan Teknologi
            Pilihan teknologi ditentukan oelh tujuan pembangunan, seperti memberantas kemiskinan. Pilihan ini juga ditenntukan oleh keadaan masyarakat yang mau mengadakan industrialisasi dan harus memperhitungkkan sektor serta sub-sektor di mana teknologi tersebut diterapkan. Kalau kita melihat keadaan masyarakat dewasa ini, maka dalam garis besarnya dapat dikatakan bahwa di pusat-pusat, yaitu daerah-daerah perkotaan dan sekitarnya sedang berjalan proses revolusi industri ke-2, sedangkan daerah pedesaan umumnya baru tersentuh oleh revolusi industri  ke1. Bahkan, daerah pedesaan kita masih berada pada zaman pra-industri, tempat alat-alat dari XVII masih digunakan (Prof. Sarbini, 2004:153).
            Karena itu, pemilihan teknologi yang selektif sangat diperluakan. Untuk industrialisasi desa dipilih teknologi madya, sedangkan teknologi tinggi dan canggih ditentukan untuk industri dasar (hulu) serta industri ekspor. Dengan pilihan selektif ini, teknologi tinggi ditujukan untuk menghadapi dan mempertahankan daya saing, sedangkan teknologi madya untuk meemperluas industrialisasi ke seluruh pelosok dan lapisan masyarakat, sekaligus menciptakan kesempatan kerja secara besar-besaran (Prof. Sarbini, 2004:154).
            Untuk mendapatkan sekadar gambaran mengenai teknologi madya, lihatlah teknologi yang sekarang ini pada umumnya digunakan di bengkel-bengkel modern di kota-kota besar Indonesia. Jadi, bagaimana dan apa tepatnya teknologi madya ini tergantung dari sektornya, dari lingkungannya, yang masih memerlukan kepastian dari hasil Litbang (R&D) khusus untuk teknologi madya (Prof. Sarbini, 2004:155).
            Jadi, teknologi madya  yang diterapkan di semua sektor (pertanian, industri, perikanan, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain) di daerah pedesaan, menggantikan teknologi tradisional yang hingga sekarang masih dipakai. Hal ini akan sangat meningkatkan produktivitas masyarakat desa. Dengan demikian, sumbangan dari daerah pedesaan akan jadi lebih besar untuk pertumbuhan produk nasional. Dari sudut ini maka sumbangan teknologi madya sangat positif pada pertumbuhan, disamping sumbangannya yang besar dalam bidang pokok, yaitu (Prof. Sarbini, 2004:155):
a.       Memberantas kemiskinan dengan meratakan peningkatan produktivitas ke seluruh rakyat.
b.      Memberantas pengangguran secara besar-besaran dengan menyertakan rakyat secara aktif kepada kegiatan-kegiatan pembangunan yang produktif.
c.       Merombak struktur produksi di daerah pedesaan dari struktur pertanian ke struktur industri.
d.      Meningkatkan daya beli masyarakat desa pada tingkat yang akin tinggi. Dengan bagitu, memperkuat daya beli rakyatdan akhirnya memperluas serta memperkuat pasaran dalam negeri. Hal ini sangat penting untuk mengurangi ketergantungan dari pusat-pusat ekonomi kuat di luar negeri.
4.      Pusat-Pusat Informasi di Kota Kecamatan
            Informasi seperti ini dalam pengertiaan era informasi, bukan penerangan. Karena itu, pusat informasi bukanlah pusat penerangan. Informasi di sisni mempunyai arti leebih luas daripada pengertian sempit yang dapat dianggap satu tingkat perkembangan (1) data, (2) informasi (3) know how, (4) knowledge. Informasi di sini meliputi seluruh sofware, seperti pengetahuan, ilmu teknologi, masalah prasarana, keahlian manajemen, dan entrepreneurship, dengan menggunakan alat-alat komunikasi dan alat-alat elektronika mikro yang canggih (Prof. Sarbini, 2004:156).
            Pusat-pusat informasi yang tersebar di daerah-daerah adalah perpanjangan dan kelanjutandari pusat-pusat penelitian di segala bidang (ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemasaran), yang ada di pusat-pusat negeri. Pusat-pusat penelitian ini didukung oleh kekuatan-kekuatan tertinggi dari negeri di segala bidang. Komunikasi dan koordinasi adalah tugas pusat-pusat informasi tersebut, tanpa wewenang mencampuri secara langsung atau menguasai unit-unit ekonomi di daerah sekitarnya. Jadi, fungsi utamanya ialah mendukung dan membantu kelancaran serta perkembangan perekonomian daerah (Prof. Sarbini, 2004:156).
5.      Model Industrialisasi Desa
Dalam proses industrialisasi diperlukan (Prof. Sarbini, 2004:156-159):
            Pertama, masa peralihan dan persiapan yang diperkirakan memerlukan waktu 3-5 tahun. Persiapan-pesiapan ini meliputi pendidikan skill, pembangunan R&D mengenai teknologi madya dan teknologi tinggi, khususnya untuk adaptasi dan inovasi, bioteknologi, teknologi energi, material, research, dan srvei sosial dan budaya, mengenai dampak demokrasi dan industrialisasi, membangun pelembagaan-pelembagaan politik dan sosial serta ekonomi di desa ke arah pembangunan kreativitas rakyat seperti inisiatif, inovatif, kesadaran dan kepercayaan pada diri sendiri, otonomi desa dalam suasana kebebasan. Termasuk pemberantasan langsung kemelaratan yang sangat parah. Pilot project-nya ialah industrialisasi dengan penerapan teknologi madya dalam suasana kebebasan demokrasi di beberapa desa.
            Kedua, sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa untuk desa dengan penduduk kurang lebih 3000 orang atau 600 keluarga, diperlukan investasi sebesar 1 juta dolar AS. Kalau sesudah massa persiapan dapat dilancarkan pembangunan desa secarra besar-besaran, dengan membangun kurang lebih 5.000 desa setahun, maka diperlukan 5 miliar dolar AS investasi desa per tahun. Dengan tingkat investasi ini, dapat diharapkan dalam jangka 10-15 tahun seluruh desa di Indonesia sudah dapat diangkat tingkat kehidupannya ke tingkat yang lebih baik, yaitu kemiskinan dan kebodohan diberantas, desa menjadi indutrialised dan semi-industrialised.
            Ketiga, disamping pembangunan fisik, segera dilancarkan pembangunan lembaga-lembaga sosial politik dengan meninggalkan anggapan masa depan sebagai masa mengambang. Lembaga-lembaga ini, selain adanya pembangunan fisik, akan mewujudkan partisipasi masyarakat desa secara aktif dan nyata kepada penentuan arah, sifat dan cara pembangunan, di samping parrtisipasi penuh dalam menikmati hasil pembangunan, disamping partisipasi penuh dalam menikmati hasil pembangunan. Lembaga-lembaga tersebut adalah lembaga-lembaga dalam alam demokrasi, lepas dari birokrasi dan tidak sub ordinat kepada birokrasi. Peembangunan dilaksanakan dengan bantuan birokrasi, tetapi berada di luar birokrasi, oleh dan dengan masyarakat.
            Keempat, pertanian dimekanisasikan dengan mempergunakan mesin-mesin, silo, dan pabrik penggilingan serta memanfaatkan bioteknologi. Bioteknologi akan sangat penting untuk reboisasi, menanami tanah-tanah gundul dan mengembangkan hortikultura. Dalam jangka panjang, pertanian harus membagi Indonesia dalam Indonesia-padat dan Indonesia-luas. Di Indonesia-padat pertanian ditekankan pada produksi nilai tinggi, padat karya seperti hortikultura, unggas, dan sebagainya. Indonesia-luas berpusat pada produksi bahan makanan pokok berskala besar dengan mekanisasi penuh (beras, gula, dan lain-lain), perhutanan dan perkebunan. Pertanian di Indonesia-padat dijalankan secara real estate, sedangkan pertanian di Indonesia luas (yaitu di Sumatera Barat, Bengkulu, Lombok, Sulawesi Selatan dll) dijalankan secara kooperatif.
            Kelima, industri manufaktur mandapt prioritas dalaam rencana investasi. Desa dengan penduduk 3000 orang pada umumnya mempunyai proporsi tenaga kerja 35%, berarti 1000 orang. Susunan tenaga kerja yang aktif dalam berbagai sektor 20% dalam pertanian, 30% dalam manufaktur, dan sisanya 50% dalam berbagai macam sektor lainnya, seperti perdagangan, transportasi, kesehatan, pendidikan, rekreasi (kesenian-kesenian, tontonan), perbankan, birokrasi (termasuk tenaga ahli menengah) yang bertugas menyebarkan informasi tentang teknologi dan pemasaran. Susunan ini dapat dianggap sustainable, karena dapat terjamin oleh meratanya pembagian pendapatan dalam tingkat yang lebih tinggi. Misalnya di pertanian, dengan jumlah yang lebih sedikit dapat dicapai efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi dengan income yang lebih tinggi, karena dibagi antara jumlah petani yang lebih sedikit.  Income yang lebih tinggi ini akan menjamin effective demand untuk hasil produksi sektor-sektor lainnya. Disamping itu, besarnya tenaga kerja di sektor manufaktur yang memang mempunyai produktivitas yang lebih tinggi daripada di pertanian menyebabkan keseluruhan sektor menghasilkan income yang meningkat. Income yang tinggi ini (relatif) memungkinkan diciptakannya saving yang cukup besar untuk investasi lebih lanjut, yaittu sumber dinamika pembangunan yang berkelanjutan.












BAB III
PENUTUP
            Pembangunan kerakyatan merupakan karakteristik dari pembangunan ekonomi. Pembangunan kerakyatan dapat diartikan rakyat sebagai arah pembangunan. Rakyat disini, menurut Sarbini, seluruh elemen yang terdapat disuatu negara atau tatanan kehidupan. Apa yang hendak dibangun adalah pembangunan fisik manusia seperti perbaikan kebutuhan konsumsi, pendidikan, jaminan kesehatan, kualitas papan yang baik, dan lembaga-lembaga pendukung seperti lembaga sosial, politik dan ekonomi harus sepenuhnya netral. Selain itu sofware juga diperlukan, seperti informasi, pelatihan skill, disiplin kerja, pengetahuan, dan sejenisnya. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah pembangunan ini bersifat menyeluruh, artinya pembangunan yang menyentuh semua bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Jadi bukan hanya pembangunan diarahkan kepada bidang ekonomi saja.
            Adapun strateginya ialah industrialisasi desa, artinya proses produksi menggunakan mesin yang berdaya relatif mumpuni atau canggih. Mesin ini merupakan mesin garapan untuk cangkupan berdasarkan kemampuan manusia desa, artinya dalam pengoperasiannya tidak terlalu rumit. Sehingga dipilih teknologi madya, yang artinya teknologi diatas teknologi tradisional (menurut outputnya) dan dibawah teknologi canggih (menurut outputnya. Ini artinya teknologi madya merupakan teknologi pertengahan, artinya teknologi yang menggunakan tenaga listrik (teknologi canggih) tetapi dalam efisiensinya lebih rendah dari pada teknologi canggih (daya teknologi  tradisional tetapi lebih canggih). Teknologi ini juga mempunyai arti satu orang satu mesin.
            Selain teknologi, dalam program industrialisasi juga harus meliputi strategi informasi, manajemen, dan pemasaran. Sehingga keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran di desa dapat tercapai.



DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Sumawinata, Sarbini, Prof. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sagir, Soeharsono, H. 2009. KAPITA Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana
Tambunan, T.H, Tulus, Dr. 2009. Perekonomian Indonesia.



[1] Naskah yang ditulis tahun 1980, dengan judul asli “ Ke Arah Strategi Pembangunan Total”
[2] Warisan
[3] Sensus penduduk tahun 1990 menunjuikan jumlah penduduk di wilayah pedesaan mencapai 123.813.933 jiwa (69%) sedangkan penduduk perkotaan mencapai 55.433.790 (31%).